Suararepublik.news, Tulungagung – (19/10/2021) Begitu mudahnya penggunaan lahan Perhutani yang dimanfaatkan oleh pihak swasta meskipun belum memiliki ijin yang jelas.
Pembangunan cafe di lahan perhutani KRPH Campurdarat tepatnya di wilayah yang viral disebut cakruk jengki tetap dilakukan meski tidak mengantongi ijin terkait pemanfaatan lahan tersebut.
Lahan yang digunakan adalah bekas tebangan A2 yang masuk wilayah KRPH Campurdarat.
Beberapa klarifikasi dilakukan baik melalui sambungan telepon ke pihak yang terkait langsung maupun melalui surat resmi yang dialamatkan ke pihak Perhutani Jawa timur tentang ijin penggunaan lahan tersebut karena penggunaannya untuk usaha cafe.
Diawal pernyataan pihak yang terkait langsung terkesan menutupi fakta yang ada.
“Bisa menanyakan kepada pihak LMDH Campurdarat dengan ketuanya Mualim” isi pesan Yusmanto selaku KRPH Campurdarat yang membawahi wilayah tersebut dan enggan menjelaskan lebih lanjut.
Bahkan pihak Budi selaku pengelola tempat tersebut ketika dihubungi melalui sambungan telepon hanya menjelaskan secara singkat.
“Ijinnya dari LMDH, PKS bukit jodo, Perhutani, serta pihak Dinas Pariwisata sudah juga kita miliki diawal sebelum pembangunan dimulai. Apalagi tempat ini termasuk juga rentetan wisata bukit jodo yang sampai sekarang kurang menggebrak.” jelas Budi selaku pengelola cafe tersebut.
Pernyataan berbeda dinyatakan oleh Budi Irianto selaku Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Desa Pakisrejo Kecamatan Tanggunggunung yang juga pengelola Bukit Jodo.
“Wilayah tersebut sudah bukan lagi ranah wilayah kami sehingga adanya pembangunan bukan tanggungjawab kami lagi’ jelas Budi Irianto melalui pesan singkat.
Inspeksi Mendadak (sidak) juga dilakukan oleh Satuan Kerja Perhutani Blitar dengan adanya surat yang kirimkan sebelumnya ke pihak perhutani Jawa timur tetap membuat pembangunan tempat tersebut dilakukan tanpa memperhitungkan ekosistem yang ada. Hal tersebut juga dibenarkan Yusmanto yang didampingi Andik warga Desa Pakisrejo Kecamatan Tanggunggunung dan Tri yang merupakan rekan Andik ketika dikonfirmasi (17/10)
“Senin sore pihak perhutani blitar datang untuk sidak dan kita sudah menjelaskan semuanya bahkan kita sudah memberikan bukti terkait surat peringatan karena pembangunan tersebut belum mengantongi ijin” jelas Yusmanto.
Bahkan ada hal unik ketika perjanjian kerjasama ternyata baru dibuat setelah sidak tersebut.
“Untuk perjanjian kerjasamanya baru kita buat kemarin setelah sidak itu” jelas Yusmanto yang juga dibenarkan oleh Andik .
Tri selaku rekan Andik juga ikut menjelaskan terkait prosedur perijinan perhutani yang menurutnya lama dan sulit.
“Kita melakukan langkah pembangunan dulu meskipun belum mendapatkan ijin karena pengurusannya yang lama sekitar 3 sampai 5 tahun baru ijin keluar, sehingga kami kira pembangunan tersebut tidak ada masalah” jelas Tri.
Hal unik juga terjadi baik diawal konfirmasi maupun sampai berita ini diturunkan selain pernyataan yang selalu berubah-ubah ternyata pihak Yusmanto selalu mengajak untuk menyelesaikannya secara kekeluargaan.
“Kita adalah saudara alangkah baiknya kalau permasalahan ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan jangan sampai mencuat kepermukaan baik media maupun pimpinan kami” jelas Yusmanto berkali-kali baik melalui sambungan telepon maupun bertemu langsung.
Sampai berita ini diturunkan cafe tersebut tetap melakukan pembangunan dan beroperasi seperti biasanya karena tidak ada kejelasan tindakan dari pemangku wilayah. (lg/ok/nf/kbt)