Home / TNI/ Polri / Kontradiksi Keterangan Saksi Bapenda Jadi Sorotan Hakim dalam Sidang Korupsi Pagar Laut

Kontradiksi Keterangan Saksi Bapenda Jadi Sorotan Hakim dalam Sidang Korupsi Pagar Laut

IDN Hari Ini, Serang– Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Serang secara tegas menegur pejabat Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Tangerang akibat kesaksiannya yang dinilai membingungkan dan bertentangan dengan fakta persidangan serta keterangan saksi lain dalam kasus korupsi pagar laut.

“Tolong jaksa dalami lagi karena penjelasan ini kontradiktif dengan keterangan saksi sebelumnya,” ujar Hakim Ketua, Hasanuddin, saat memimpin sidang pada Selasa (14/10/2024).

Kesaksian yang Dipertanyakan

Sidang yang menghadirkan tiga saksi, yaitu Kepala Bidang Penetapan, Pendadata, dan Penilaian Pajak Daerah Bapenda Kabupaten Tangerang, Dwi Chandra Budiman, serta dua auditor investigasi Kementerian ATR/BPN, Yogi Gumilang dan Sam Pamungkas, justru mengungkap celah dalam proses penerbitan dokumen pajak.

Baca Juga  Rombongan KSAD Dudung Kecelakaan Saat Kunker ke Papu, 2 Orang Tewasa

Dwi Chandra Budiman, dalam kesaksiannya, menyatakan hanya mengenal satu dari empat terdakwa, yaitu Kades Kohod Arsin bin Asip. Ia mengaku tidak mengenal tiga terdakwa lainnya: Ujang Karta, Septian Pasetyo, dan Candra Eka Agung Wahyudi.

Pernyataan ini langsung berbenturan dengan berkas dakwaan jaksa yang dibacakan sebelumnya. Dalam dakwaan terungkap, bahwa NOP SPPT PBB justru diproses setelah Septian Prasetyo dan Candra Eka Agung Wahyudi menemui Dwi Candra Budiman di kantor Bapenda untuk mengurus dokumen tersebut. Dokumen itu sendiri disiapkan oleh terdakwa Ujang Karta.

Penerbitan Pajak tanpa Pengecekan Fisik

Kontradiksi lain muncul ketika hakim mempertanyakan proses penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Hakim Hasanuddin mempertanyakan mengapa Dwi tidak mencurigai lahan yang diajukan mengingat luasnya rata-rata sama, yakni 1,5 hektar.

Baca Juga  Hari Pertama Masuk Sekolah Usai Libur Natura Dimulai 6 Januari 2025

Dwi membela diri dengan menyatakan bahwa Bapenda tidak melakukan pengecekan fisik ke lapangan. “Bapenda tidak mengecek sampai riil, melainkan penerbitan SPPT PBB itu berdasarkan administratif dokumen lengkap,” jawabnya.

Lebih lanjut, Dwi berargumen bahwa bangunan di atas perairan pun tetap dikenakan pajak tergantung pada manfaatnya.

Klaim Setor Pajak yang Dipertentangkan

Puncak kontradiksi terungkap ketika Dwi menyatakan bahwa pajak untuk lahan sengketa tersebut sudah disetor melalui Bank BJB Jabar. Pernyataan ini langsung dibantah oleh hakim dengan merujuk pada keterangan saksi sebelumnya.

“Tolong jaksa dalami lagi karena kontradiktif dengan keterangan saksi sebelumnya yang mengatakan tidak pernah setoran pajak PBB,” tegas Hakim Hasanuddin, menyoroti pernyataan Dwi yang dianggap tidak konsisten dengan bukti dan kesaksian lain.

Baca Juga  Amar Putusan Majelis Hakim PN Tangerang, Gagal Paham Tentang Hari Adalah Hari Kerja

Kasus korupsi pagar laut ini mencuat setelah Presiden Prabowo Subianto memerintahkan pencabutan patok bambu yang memagari perairan di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, sepanjang 30 kilometer.

Keberadaan pagar laut ini berada dekat dengan rencana pengembangan kawasan perumahan mewah Pantai Indah Kapuk (PIK). Keempat terdakwa didakwa berkomplot merekayasa penerbitan dokumen sertifikat lahan di atas wilayah perairan laut.

Sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan lebih mendalam oleh jaksa untuk mengklarifikasi kontradiksi-kontradiksi kunci dalam kesaksian para pihak. (T-Red)

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Contact Us