IDN Hari Ini, Kota Tangerang – Majelis hakim PN Tangerang dalam perkara nomor 499/Pdt.G/2023/PN Tng, sungguh patut dikritik habis oleh semua lapisan masyarakat pencari keadilan, Rabu 21/06/2023
Hal itu disebabkan, saat proses pengajuam gugatan oleh pemohon GGS yang terintegrasi di PN Tangerang, dimulai pada tanggal 22 Mei 2023 masih dalam batas batas waktu yang ditetapkan, sesuai bukti kelengkapan yang diterima pihak pemohon GGS dari pihak JPN Kejari Kota Tangerang tertanggal 5 Mei 2023.
Namun anehnya, Majelis Hakim PN Tangerang dalam amar putusannya seperti tidak memahami penafsiran undang-undang nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum jo Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 3 tahun 2016, yang sudah dengan jelas mengatur bahwa dalam konteks hari adalah hari kerja.
Terlihat jelas dalam amar putusan perkara nomor 499/Pdt.G/2023/PN Tng, majelis hakim PN Tangerang, tidak menerima gugatan karena sudah melewati batas waktu yang ditetapkan yaitu pada tanggal 19 Mei 2023 dan amar putusan tersebut sangat jelas telah melanggar peraturan perundang undangan, sehingga sangat menimbulkan kebingungan dan membuat ketidakpuasan di kalangan para pihak yang terlibat dalam perkara tersebut.
Apalagi menurut berdasarkan undang-undang nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah yang ditambah lagi dengan Peraturan Mahkamah Agung nomor 3 tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Dan Penitipan Ganti Kerugian Ke Pengadilan Negeri Dalam Rangka Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, ” amar putusan majelis hakim PN Tangerang, sama sekali tidak memperhatikan dasar Ketentuan Umum Bab 1 Pasal 1 Ayat 13, mengenai Hari adalah Hari Kerja, sesuai dengan Perma 3 tahun 2016
Secara prinsip pada ketentuan umum dalam definisi hari kerja sangat jelas disebutkan, bahwa hari kerja mulai hari Senin hingga Jumat, kecuali hari libur nasional dan hari libur keagamaan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Penafsiran hari adalah hari kerja, tidak dijadikan suatu dasar majelis hakim untuk menentukan waktu yang tepat guna menghitung jangka waktu yang berlaku dalam suatu perkara, apalagi dalam amar putusan majelis hakim PN Tangerang menyangkut dengan prinsip undang undang nomor 2 tahun 2012 jo. perma 3 tahun 2016.
Konyolnya lagi, Amar putusan majelis hakim PN Tangerang mengabaikan penafsiran undang-undang nomor 2 tahun 2012 sesuai pasal 38 (1), yang berbunyi :
Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, Pihak yang Berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan Ganti Kerugian.
Sehingga dampak dari putusan majelis hakim PN Tangerang, membuat pihak pemohon GGS beserta kuasa hukumnya Dirisman Nadeak SH MH merasakan, bahwa keputusan yang diambil oleh majelis hakim sangat tidak didasarkan pada suatu landasan hukum yang tepat dan tindakan majelis hakim dalam perkara ini merupakan suatu kelalaian serius yang dapat mengancam keadilan dan integritas sistem peradilan di negara kesatuan republik indonesia.
Sementara itu, pihak pemohon GGS yang merasa dirugikan melalui pihak Kuasa Hukumnya Dirisman Nadeak SH MH, bersiap untuk mengajukan upaya hukum kasasi guna menyampaikan argumen yang lebih kuat berdasarkan peraturan undang-undangan yang berlaku.
Dan untuk selanjutnya, pemohon GGS berharap agar ketidak pahaman putusan majelis hakim PN Tangerang tentang hari adalah hari kerja, dapat diperbaiki dan dikabulkan oleh Majelis Hakim di Mahkamah Agung RI, dengan amar putusan yang ditegakkan se-adil adilnya.
Kuasa hukum GGS, Dirisman Nadeak menambahkan, bahwa kepastian hukum harus menjadi dasar prioritas utama dalam setiap amar putusan guna untuk menjaga integritas sistem peradilan dan memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam perkara, ujarnya (Red)