Jakarta, IDN Hari Ini – Pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai interupsi anggota FPKS DPR RI Fahmi Alaydroes dalam Rapat Paripurna Pengesahan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa kurang tepat.
“Kalau kita lihat sebagai demokrasi, interupsi itu boleh dilakukan. Anggota DPR punya hak untuk bicara, termasuk interupsi. Tetapi kita harus lihat bagaimana itu disampaikan,” kata Emrus Sihombing di Jakarta Selasa.
Interupsi tersebut menjadi polemik. Sikap Fahmi dinilai kurang tepat karena baru mengajukan interupsi saat Ketua DPR RI Puan Maharani yang menjadi pimpinan sidang sedang menutup rapat paripurna yang beragenda tunggal.
Emrus mengatakan seharusnya anggota DPR mengajukan interupsi ketika pimpinan sidang membahas soal agenda di awal rapat paripurna.
“Kalau sudah pidato penutupan, berarti sebelum penutupan sudah diberikan kesempatan kepada para pihak. Seharusnya oleh teman-teman anggota dewan hal itu dimanfaatkan secara maksimal agar bagaimana menyampaikan pesan itu efektif dan efisien, dengan keterbatasan waktu,” katanya.
Emrus mengkritik respons Fahmi terhadap Puan. Sebagai anggota dewan, kata dia, anggota DPR harus menjunjung tinggi kehormatan.
“Gerutu-gerutu seperti itu tidak pada tempatnya, itu namanya merendahkan kalau kita bicara konteks komunikasi. Di dalam etika komunikasi, kita harus menghormati pandangan orang lain,” kata Emrus.
Direktur Eksekutif Emrus Corner itu memuji sikap Puan yang tidak tersulut emosi meski mendapat respons seperti itu. Menurut Emrus, langkah Puan yang tetap melanjutkan rapat paripurna sudah sesuai kesepakatan agenda sidang.
“Tapi saya melihat bagaimana Puan Maharani memberikan respons, dia kan tenang-tenang saja. Santai dan biasa saja,” ucapnya.
Emrus menilai Fahmi kurang tepat mengajukan interupsi karena rapat paripurna tersebut merupakan agenda tunggal.
Menurutnya, dalam rapat konsultasi pimpinan pengganti rapat bamus sudah diputuskan rapat paripurna hanya agenda pengambilan keputusan persetujuan Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI
“Ini agenda tunggal. Rasanya memang kurang tepat jika kemudian ada interupsi untuk konteks yang lain,” kata Emrus.
Emrus mengingatkan PKS sudah lama berada di DPR. Menurutnya, PKS sudah bisa memahami bagaimana mekanisme rapat paripurna yang memiliki agenda tunggal.
“Toh jika agenda Rapat Paripurna tidak tunggal, interupsi selalu diizinkan dan pimpinan DPR terbuka serta memberikan waktu bicara untuk anggota dewan. Kan PKS sudah lama ada di DPR, pengalaman itu harusnya dipergunakan, pengalaman adalah guru terbaik,” ujar Emrus. ( IDN )