IDN Hari Ini, Tangerang – Sengketa pengadaan tanah untuk perluasan runway 3 Bandara Soekarno-Hatta memasuki babak baru, setelah adanya indikasi cawe-cawe dalam proses upaya hukum kasasi.
Terbukti dengan adanya Amar putusan konsinyasi dalam perkara nomor 497/Pdt.G/2023/PN Tng Jo. perkara nomor 86/PDT/2024/PT BTN yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Tangerang dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Banten, ternyata belum bisa menjadi babak akhir dari sengketa tersebut.
Hal ini terjadi karena adanya upaya kasasi yang diajukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang dan PT. Angkasa Pura II, yang seolah-olah menghalangi warga untuk memperoleh hak-haknya. Indikasi cawe-cawe dalam proses hukum kasasi ini sangat disayangkan oleh banyak pihak, terutama warga yang selama ini memperjuangkan hak mereka.
“Kami merasa dipermainkan. Hak kami sudah jelas diatur dalam putusan pengadilan, tapi upaya kasasi ini justru mengulur waktu dan membuat kami semakin menderita,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Dalam proses persidangan di PN Tangerang, Pemkot Tangerang mengklaim tanah yang dipersengketakan itu berada di blok 002. Namun faktanya di lapangan menunjukkan bahwa tanah warga berada di blok 003 dan selama proses persidangan, Pemkot Tangerang sama sekali tidak mampu menghadirkan saksi dan bukti hak kepemilikan tanah tersebut.
PT. Angkasa Pura II juga dinilai tidak memiliki itikad baik. Tanah warga yang sudah digunakan dan uang ganti rugi telah dikonsinyasikan di PN Tangerang, ternyata tidak menjadi suatu jaminan bagi PT. Angkasa Pura II untuk tidak mengajukan kasasi. Tindakan ini seolah olah ingin mendapatkan hak warga tanpa membayar ganti rugi alias gratis.
“Ulah PT. Angkasa Pura II ini sungguh memalukan dan mengecewakan. Prinsip kasasi adalah untuk pihak yang merasa sangat dirugikan. Dalam hal ini, Pemkot Tangerang dan PT. Angkasa Pura II sama sekali tidak pernah dirugikan,” ujar warga
Awal mula sengketa ini terjadi ketika PT. Angkasa Pura II menerima klaim Pemkot berdasarkan Induk Pajak Bumi & Bangunan tahun 1990 No.01 Persil 208 Blok 02 Desa Bojong Renged. Padahal, tanah yang dipersengketakan berada di Blok 03 Kelurahan Selapajangjaya.
Warga sangat heran, kenapa tanah mereka yang tidak bermasalah dan telah diterima dengan harga murah demi kepentingan publik, kini menjadi bahan sengketa.
“Tanah kami tidak bermasalah dan harganya murah pun kami terima demi kepentingan publik. Jika Pemkot dan PT. Angkasa Pura II membuat hak kami terlunta-lunta, apa sanksi hukumnya?” keluh kesah gerutu seorang warga.
Kementerian BUMN diharapkan lebih mengawasi penggunaan anggaran PT. Angkasa Pura II yang dinilai tidak tepat dan hanya memperpanjang serta merumitkan proses hukum.
Sengketa ini menjadi sorotan publik dan diharapkan ada penyelesaian yang adil bagi warga yang telah berjuang mempertahankan hak mereka. (Red)