Tangerang Selatan, IDN Hari Ini – Juris Polis Institute mengadakan webinar nasional yang mengangkat tema “Disparitas Pengaturan Kesejahteraan Guru dalam Peraturan Perundang-Undangan”. Tema tersebut berasal dari keresahan teman-teman JPI terkait dengan masih adanya kesenjangan kesejahteraan yang terjadi di antara para guru. Webinar tersebut diadakan pada Sabtu, 13 November 2021 melalui media zoom dan diikuti oleh peserta dari berbagai kalangan.
Webinar ini diisi oleh para birokrat dan ahli di bidangnya, yakni A. Waseh, S.Pd., M.A. (Ketua Bidang Penegakan Kode Etik, Advoksi dan Perlindungan Hukum-PGRI), Agung Hardjono (Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP)), Anita Nurviana, S.H., M.H. (JF Perancang Peraturan Perundang-Undangan Ahli Muda Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek RI), Dr. Ibnu Sina Chandranegara, S.H., M.H. (Pakar Hukum Tata Negara), dan Dr. M. Qudrat Nugraha, MBA, Ph.D (Akademisi dan Ketua Board Nasional Koalisi Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia). Selain itu, acara ini dipandu oleh Siti Nurhalimah, S.H. selaku Wakil Direktur Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Juris Polis Institute.
Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan guru menjadikan dunia pendidikan diisi oleh tenaga pendidik dengan kualitas rendah dan tidak memenuhi kualifikasi guru. Hal tersebut merupakan dampak dari minimnya tenaga pendidik sehingga menimbulkan adanya guru honorer yang diharuskan menjadi tenaga pendidik dan berperan aktif dalam mencerdaskan anak-anak didiknya.
Guru memiliki peran yang besar dalam mendidik generasi penerus bangsa. Dengan perannya yang begitu penting, namun tidak diimbangi dengan kesejahteraan yang diterima.
A. Waseh menyatakan, kesejahteraan guru juga bergantung pada regulasi yang ada. Sebab, kesejahteraan merupakan side effect ataupun merupakan akibat dari sebuah penyebab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan peraturan-peraturan lain, guru memiliki dua status, yaitu status kepegawaian dan status keprofesian. Berdasarkan status kepegawaian tersebut, timbullah disparitas kesejahteraan yang berasal dari adanya perbedaan antara status guru ASN dan guru non-ASN. Untuk itu, perlu adanya peningkatan status guru honorer menjadi guru dengan status ASN.
Anita Nurviana menyampaikan bahwa sebagai upaya untuk mengatasi kekurangan akan kebutuhan Guru pada satuan pendidikan, Pemda prov/kab/kota Mendikbudristek bekerjasama dengan MenPANRB mengadakan program satu juta formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk Jabatan Fungsional (JF) Guru. Pada tahun 2021, program tersebut diikuti oleh tenaga honorer Eks-KII Badan Kepegawaian Negara (BKN), Guru non-ASN yang mengajar di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh instansi daerah, Guru Swasta, dan Lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Agung Harjono menyatakan, jalur PPPK merupakan upaya pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan guru di berbagai wilayah. Selain memberikan kesempatan bagi guru honorer mendapatkan kesejahteraan dengan menjadi ASN, juga untuk memenuhi kekurangan guru dan menggantikan guru yang telah pensiun. Agung juga menyampaikan bahwa KSP turut serta dalam mengawal seleksi PPPK. Pengawalan tersebut melalui monev yang berkaitan dengan proses perekrutan, layanan aspirasi, dan monev online news.
M. Qudrat Nugraha mengklasifikasikan kesejahteraan guru dalam beberapa hal, yaitu permasalahan kesejahteraan guru pada aspek kinerja guru, kompetensi, sertifikasi, dan apresiasi; pengelolaan guru belum terpadu dalam sistem manajemen yang baik; kesejahteraan guru perlu mengacu pada kepuasan intrinsik dan ekstrinsik, juga memerlukan acuan secara nasional; dan secara umum tingkat kesejahteraan guru belum memenuhi harapan semua guru.
Dari sisi hukum, Ibnu Sina Chandranegara memaparkan bahwa diperlukan konstruksi yuridis untuk membangun kesejahteraan guru, yaitu adanya jaminan perlindungan yang sesuai dengan standar kebutuhan hidup tanpa menjadikan status sebagai orientasi pemenuhan hak guru, regulasi yang dengan jelas terukur dalam kesinambungan jumlah guru, dan penyusunan syarat administrasi yang “fleksibel” dalam proses peningkatan status yang dimilikinya dengan mempertimbangkan masa dedikasi sebagai skala prioritas. ( idn )