Dr.Irene Setiadi : seorang dokter,misionaris dan pemerhati Pendidikan
Jakarta, April 2022,Suara Republik News ( SRN), menyongsong zoomeeting pertemuan ke tiga dalam Diskusi nasional Peduli Pendidikan ceritera Dr. Irene Setiadi sebagai pemerhati pendidikan, dokter, sekaligus misionaris, Jumat 1 April 2022 jam 10.26, Ketika aku ( guru SD-red)dalam kisah ini sedang mengajar Ketika itu aku mengajar di kelas 3 Sekolah Dasar Putri.
Dan setiap pagi saat mengajar, aku melihat seorang gadis kecil miskin kata si guru, berwajah manis dan polos menjajakan roti buatan ibunya. Gadis kecil penjual roti itu seharusnya masih harus duduk dibangku sekolah.Tapi kondisi ekonomi keluarganya tidak mendukung. Ia memiliki 4orang saudaranya yang masih kecil. Sementara ayah mereka sudah meninggal. Gadis belia inilah yang akhirnya membantu ibunya mencari uang untuk menghidupi mereka. dengan Gadis belia inilah yang akhirnya membantu ibunya mencari uang dengan menjual roti di lingkungan sekolah.
Itulah yang ia lakukan agar dapat membiayai saudara-saudaranya melanjutkan sekolah mereka. Pada suatu hari, setelah si guru menjelaskan pelajaran matematika di hadapan para siswa, aku kemudian kisah si guru itu mengajukan sebuah pertanyaan yang agak sulit kepada para siswi dengan iming-iming memberi hadiah jika bisa menjawab
Namun tak seorangpun yang dapat menjawabnya. Tiba-tiba gadis belia sipenjual roti yang rupanya menyimak pelajaran dari luar kelas, mengacungkan tangannya dari balik jendela seraya berteriak,
“Pak Guru, Pak Guru, Pak Guru…!” Dan ajaib, jawabannya benar..!
Sejak hari itu aku(siguru-red) jadi jaminan atas dirinya. Memberinya perhatian dan memenuhi apa yang dibutuhkannya.
Juga berupaya mengcover hal-hal sederhana yang harus dimilikinya guna membantunya dalam belajar. Aku juga bersepakat dengan Kepala Sekolah untuk mencatatkan namanya secara resmi sebagai siswi di sekolah.
Agar dapat mengikuti ujian tanpa harus masuk kelas, karena ketidakmampuannya membayar seluruh biaya pendidikan di sekolah. Ia juga mengawali pelajaran dari kelas 3 sebagai mustami’ (hanya sebagai pendengar) agar dapat mempelajari hal-hal sederhana dari pelajaran yang diberikan di kelas. Aku juga sepakat dengan seluruh guru mata pelajaran di kelas tersebut kata siguru berhati mulia ini, agar gadis belia itu diberi keleluasaan mendengar dan menyimak semampunya setiap pelajaran dari balik jendela di luar kelas. Yang menakjubkan adalah,
usai ujian di akhir semester 2, gadis penjual roti itu berhasil mendapatkan nilai terbaik, dan berada di peringkat pertama di sekolah dengan nilai tertinggi..! Demikian selanjutnya perjalanan gadis itu; setiap hari berada dalam pengasuhan dan pengawasanku, hingga melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ketika salah satu dari saudara laki-lakinya semakin besar dan mendapatkan penghasilan sebagai penjual air menggunakan gerobak dorong, ia pun menafkahi mereka.
Namun pada saat itu aku harus bekerja di luar negeri ujar siguru tersebut. Tidak adanya alat komunikasi ketika itu agar dapat aku gunakan mengikuti perkembangan gadis penjual roti tersebut, membuat hubunganku dengannya terputus selama 16 tahun lamanya. Setelah 16 tahun berlalu, aku akhirnya kembali ke Sudan.
Aku juga memiliki seorang kawan yang bekerja di tempat yang sama di luar negeri.
Ia memiliki seorang anak yang kuliah di fakultas Kedokteran Universitas Khartoum, Sudan. Suatu ketika ia memintaku agar menemaninya di kampus itu.
Saat kami memasuki kampus Universitas Khartoum dan duduk beberapa saat di kafetaria, tiba-tiba seorang wanita cantik menatapku dengan pancaran mata penuh keheranan.
Raut wajahnya juga tampak berubah saat melihatku.
Sementara aku tidak tahu mengapa ia menatapku begitu rupa.
Aku lalu bertanya kepada kawan di sampingku, apakah mengetahui siapa wanita tersebut, sambil menunjuk diam-diam ke arah wanita itu. “Ya, tentu saja. Walau usianya masih muda, dia adalah professor termuda yang mengajar mahasiswa Fakultas Kedokteran semester akhir di kampus ini.”Pak, apakah engkau mengenal siapa dia?” Tanyanya padaku.”Tidak. Aku tidak mengenal. Tapi tatapan matanya padaku sangat aneh.” Jawabku.
Dan tiba-tiba saja wanita itu berlari ke arahku lalu mencium tanganku dan memelukku sambil menangis tersedu-sedu. Suara tangisnya membuat pandangan mata semua orang di kafetaria itu tertuju pada kami.Beberapa saat lamanya ia memelukku tanpa peduli anggapan siapa saja di ruangan itu.
Mereka mungkin menduga aku adalah ayah dari gadis yang menangis di hadapanku ini. “Bapak…, akulah dahulu anak kecil miskinsipenjual roti yang tak punya apa-apaitu….
Dan berkat bapak menjadikan diriku seperti ini…
“Akulah anak kecil itu, dan karena sebab bapak, membuatku bisa sekolah. Bapak, dahulu yang mengasuh dan menafkahiku dengan harta milik bapak.Tentu saja berkat anugerah Allah, serta perhatian, kepedulian dan perlakuan manusiawi yang begitu istimewa dari bapak.Akulah gadis kecil penjual roti itu, pak…” Aku nyaris saja jatuh pingsan mendengar ungkapannya. Penjelasannya membuatku sangat terkejut dan terharu, sekaligus bahagia menyaksikan kondisinya sekarang.
Demi Allah..!
Aku pun menangis haru kala mengenang kembali bagaimana dirinya kala itu. Dan seperti apa ia hari ini.. Gadis itu lalu mengundangku ke rumahnya bersama beberapa orang kawan yang menemaniku saat itu.
Ia juga menjelaskan kepada ibu dan saudara-saudaranya yang ada di rumah tentang diriku.
Sembari berbicara tentang sosok guru yang sangat baik dan bijaksana, yang telah berdiri bersama mereka, dan menjadi penyebab berubahnya perjalanan hidup mereka. Aku lalu menyampaikan kalimat singkat disertai tetesan air mata yang membasahi pipiku, “Untuk pertama kali dalam hidupku, saat inilah aku merasa sebagai guru dan manusia yang berguna…”tutup sigurubaik itu( Sungguh sangat mulia hati siguru tersebut. Inikah pahlawan tanpa tanda jasa itu? Bagaimana dengan guru Indonesia saat ini?-red).( Ring-o)