Tangsel, IDN Hari Ini – Juris Polis Institute (JPI) mengadakan diskusi terkait Problematika Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) pada program “NGOPI SERUPUT” (Ngobrol Seputar Akar Rumput) pada Minggu, 07 November 2021 melalui Live Instagram.
Diskusi yang berlangsung hampir satu jam tersebut dinarasumberi oleh Irham Noorhasyim, S.H (Direktur Pendidikan dan Pelatihan – Juris Polis Institute) dan dimoderatori oleh Mohammad Ali Haidar, S.H. (Direktur Reformasi Kebijakan Publik – Juris Polis Institute).
Sebagaimana diketahui bahwa Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Intelectual Property Rights adalah suatu perlindungan terhadap karya-karya yang timbul karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang seni, sastra, ilmu pengetahuan, estetika, dan teknologi. Hak Kekayaan Intelektual terdiri dari 7 (tujuh) bidang di dalamnya, yaitu Hak Cipta, Hak Paten, Hak Merek dan Indikasi Goegrafis, Tata Laksana Sirkuit Terpadu, Desain Industri, Perlindungan Farietas Tanaman, dan Rahasia Dagang.
Dalam kesempatan itu, Direktur Pendidikan dan Pelatihan JPI, Irham Noorhasyim memberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai definisi Hak Kekayaan Intelektual, Jenis-Jenis Hak Kekayaan Intelektual, Dasar Hukum dari jenis-jenis kekayaan intelektual sampai membahas mengenai cara penyelesaian dalam sengketa Hak Kekayaan Intelektual.
Irham memaparkan bahwa dalam Hak Kekayaan Intelektual terdiri dari tujuh bidang yang dapat dilindungi, dimana pembahasan dikerucutkan pada Hak Kekayaan Intelektual dalam bidang Hak Cipta yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hak Cipta adalah Hak Eksklusif Pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, artinya Hak Cipta sudah melekat pada diri Pencipta apabila ide dan gagasan sudah dapat diwujudkan. Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta disebutkan bahwa yang termasuk dalam Hak Cipta adalah jenis ciptaan karya tulis, Jenis ciptaan karya seni, jenis ciptaan karya audiovisual, jenis ciptaan karya drama dan koreografi, jenis ciptaan komposisi musik, dan jenis ciptaan karya rekaman.
Setelah menjeskan Pengertian, Jenis-jenis Hak Kekayaan Intelektual, Dasar Hukum Hak Cipta, dan jenis ciptaan apa saja yang tedapat dalam Hak Cipta, Irham juga memaparkan terkait dengan tata cara pencatatan hak cipta, yang terdapat beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan agar Hak Cipta dapat dicatatkan, yaitu terdiri dari Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait diajukan dengan Permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh Pencipta atau Pemegang Hak Cipta ataupun Pemilik Hak Terkait, serta kuasanya baik perorangan, sekelompok orang maupun Badan Hukum yang di ajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktrorat Jenderal Kekayaan Intelektual, baru setelah itu dapat mengisi formulir permohonan pencatatan Hak Cipta selanjutnya mengupload ciptaan yang sudah berwujud, melampirkan identitas Pencipta, melampirkan surat pernyataan kepemilikan hak cipta dan membayar biaya permohonan pencatatan Hak Cipta berdasarkan jenis Hak Ciptanya.
Irham juga menjelaskan tindakan yang dapat dilakukan Pemegang Hak Cipta dalam melindungi karya ciptaannya, yaitu dapat dilakukan Pencatatan, meski tidak menjadi syarat perlindungan, Pencatatan Hak Cipta dapat menjadi suatu bukti permulaan bahwa ciptaan adalah milik seseorang ketika terjadi sengketa, memberikan kuasa kepada Lembaga Manajemen Kolektif, untuk mempermudah pengelolaan atas hak ekonomi karyanya dalam mendistribusikan royalti atas ciptaan mengenai kewajiban pembayaran royalti atas karya yang digunakan secara komersial.
Adapun contoh yang diberikan irham terkait pelanggaran hak cipta yang umum terjadi tetapi tidak disadari adalah seperti demikian, A menulis lagu yang kemudian dinyanyikan oleh B, lalu lagu tersebut kemudian menjadi sangat populer dikalangan masyarakat. Z yang merupakan seorang youtuber juga menyukai lagu tersebut. Ia kemudian merekam cover atas lagu tersebut dengan mengubah beberapa bagian dan mengunggahnya di youtube channel miliknya dan menuliskan nama penulis dan penyanyi aslinya. Video cover lagu tersebut memiliki cukup banyak penonton dan B mendapat pemasukan dari iklan yang tayang pada awal dan akhir video. Apabila diperhatikan secara sekilas, masyarakat awam akan berpikir bahwa hal tersebut merupakan hal yang wajar, mengingat banyaknya video serupa di youtube saat ini. Namun jika dicermati, tindakan Z tersebut apabila dilakukan tanpa izin A dan B dapat menjadi masalah. Z yang mengunggah video dirinya menyanyikan lagu ciptaan A yang dipopulerkan oleh B merupakan pelaksanaan Hak Ekonomi yang wajib mendapatkan izin dari A dan B. Selain itu, tindakan Z yang mengubah beberapa bagian dari lagu merupakan tindakan modifikasi ciptaan yang menjadi hak moral dari A sebagai pencipta dan B sebagai pelaku pertunjukan, maka dari itu A dan B berhak untuk mengajukan gugatan kepada Z atas tindakannya yang telah melanggar hak cipta. Berbeda halnya jika Z sudah bekerjasama dan mendapatkan izin dari A dan B untuk memperoleh keuntungan ekonomi atasnya dalam bentuk perjanjian lisensi, atau dengan melakukan pembayaran royalti. Pungkas Irham
Pencipta atau pemegang hak cipta berhak untuk memperjuangkan haknya, khususnya apabila terjadi pelanggaran atas ciptaannya. Pencipta atau pemegang hak cipta perlu mengetahui bahwa terdapat tiga bentuk sengketa terkait hak cipta, yakni perbuatan melawan hukum, perjanjian lisensi, dan sengketa mengenai tarif dalam penarikan imbalan atau royalti.
Setelah mengetahui bentuk sengketa, pencipta atau pemegang hak cipta dapat menentukan apakah permasalahan tersebut ingin diselesaikan secara damai melalui alternatif penyelesaian sengketa (jalur mediasi, negosiasi, atau konsiliasi), melalui arbitrase, atau melalui pengadilan yang dalam hal ini adalah Pengadilan Niaga yang menjadi satu-satunya Pengadilan yang berwenang dalam mengadili sengketa Hak Cipta menurut Undang-Undang. Dalam hal jalur penyelesaian sengketa yang dipilih adalah melalui pengadilan, maka pencipta atau pemegang hak cipta memiliki pilihan untuk mengajukan gugatan ganti rugi (perdata) atau menyelesaikannya secara pidana. Namun, pilihan penyelesaian sengketa melalui ranah Pidana merupakan upaya terakhir (ultimum remedium) dalam penyelesaian sengketa hak cipta.
Pengaturan Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Hak Cipta atas suatu ciptaan apabila ada kesamaan nama antara yang satu dengan lainnya, irham menjawab dalam Perlindungan Hukum terkait pemegang Hak Cipta itu berlaku First To File atau First Inventor to File System, Perlindungan hukum hanya diberlakukan kepada orang yang pertama kali mendaftarkan Haknya yang sudah diwujudkan. Lalu Irham juga menjelaskan terkait dengan apa saja yang menjadi prinsip dasar dari Hak Cipta tersebut, Irham menjelaskan Perlindungan hak cipta bersifat otomatis, Pencipta dan pemegang hak cipta harus jelas keberadaannya, adanya hak Ekslusif yang terdiri dari Hak Moral dan Hak Ekonomi. Hak Cipta diperoleh bukan karena pencatatan, akan tetapi dalam hal terjadi sengketa di pengadilan mengenai Ciptaan yang tercatat dan yang tidak tercatat serta apabila pihak-pihak yang berkepentingan dapat membuktikan kebenarannya, hakim dapat menentukan Pencipta yang sebenarnya berdasarkan pembuktian tersebut, tutupnya.( Bandi )