Tangerang, IDN Hari Ini – Hari R.A. Kartini yang di peringati setiap satu tahun sekali pada tanggal 21 April, moment tersebut di manfaatkan oleh ketua DPRD Kota Tangerang, Gatot Wibowo, S. IP, untuk menyampaikan pandangannya tentang pentingnya wanita yang tangguh di era Milenial
Ditulis oleh sejarah Republik Indonesia, RA Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan emansipasi wanita. Karena jasanya, namanya di abadikan sebagai seorang tokoh Jawa serta pahlawan nasional Indonesia.
RA Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara, yang saat itu masih wilayah Hindia Belanda. Kartini merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara.
“Wapres pertama perempuan dan presiden perempuan Prof. Doc (HC), HJ. Megawati Soekarno Putri, saat ini ketua DPR RI dari Perempuan, yaitu Ibu Puan Maharani. Dan juga Ibu ismayatun, baru terpilih sebagai perempuan pertama ketua BPK RI di Kota Tangerang. Selain itu Bu parmi pernah menjabat sebagai ketua DPRD periode sebelumnya, dinilai sosial budaya nya yang berpihak pada kaum lelaki,” tutur Gatot saat diminta pandangan nya tentang peran penting wanita di hari RA Kartini, oleh wartawan. (21/04/2022)
Gatot juga menyampaikan tentang Pola tradisional pada pembagian kerja yang masih memisahkan berdasarkan gender .
Selain itu, masyarakat masih membangun citra perempuan adalah makhluk lemah.
Menurut Gatot, tafsir sempit Agama secara parsial tentang kedudukan perempuan dalam sosial. Serta rendahnya political will dalam pengaru utamaan gender dan pemberdayaan kualitas individu perempuan.
“Sepak terjang kaum perempuan dewasa ini tentu telah banyak kemajuan. Banyak posisi/jabatan penting saat ini telah diisi oleh kaum perempuan. Semisal, ketua DPR RI, bahkan presiden RI pernah dijabat oleh kaum perempuan,” ucap Gatot.
Lanjut kata politisi PDIP ini,” Namun kita tidak bisa pungkiri bahwa persoalan timpangnya relasi kuasa dengan kaum laki-laki masih terjadi di berbagai kasus, semisal persoalan kemiskinan yang melihatkan penindasan bagi sebagian besar perempuan.
“Hal ini merupakan hambatan yang serius dalam proses mengembangkan segala potensi diri dari perempuan itu sendiri. Karena segala akses yang mendukungterjadinya perubahan sosial pada perempuan tidak didapatkan atau tertutup oleh sistim tata nilai yang terbentuk. Salah satunya masih berkembang nya budaya hukum patriarki. Laki laki masih dianggap lebih hebat atau lebih kuat dibanding perempuan, atau perempuan tidak boleh lebih maju dibandinglaki-laki dalam dalam segala bidang, atau perempuan urusannya adalah kasur, dapur, dan sumur,” kata Gatot.(red)